Powered By Blogger

Senin, 29 Maret 2010

A. Pengertian Belajar
Adapun beberapa pendapat mengenai belajar, diantaranya ada yang menyatakan bahwa belajar itu mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang mengatakan secara khusus yaitu bahwa belajar itu menggali keahlian atau keterampilan. Dalam hal ini para pakar pendidikan berbeda pendapat mengenai pengertian belajar tersebut. Perbedaan ini kalau diamati cenderung dipengaruhi oleh arah dan penekanan dari segi mana seseorang tersebut melihat hakikat belajar itu.
Menurut James Q. Whittakers yang dikutip oleh Wasty Soemanto, belajar dapat di definisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Wasty Soemanto, 1997: 99).
Menurut Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam bukunya At-Tarbiyat Wath Thuruqut Tadris, berpendapat bahwa belajar adalah :
ﻪﺳﻔﻨﺒ ﺐﺭﺠﻴﻠﻮ ﻩﺩﺤﻮ ﻞﻣﻌﻴﻠ ﻪﻤ ﺎﻬﻠﺍﻮ ﺫﻴﻤﻠﺘﻠﺍ ﺚﺣ : ﻮﻫﻢﻠﻌﺘﻟﺍ
ﺎﻳﻧ ﺪﺒ ﺎﺳﻮﺳﺣﻤ ﺍﻮﻤﻨﻭﻤﻧﻴ ﻮ ﻪﻧﻴﻌﻤ ﺪﻨ ﺍﻮﻔ ﻰﻠﻋ ﻞﺼﺤﻴ ﻰﺗﺤ
﴾۱٦٧ : ﺲﻴ ﺭﺩﺘﻠ ﺍ ﻕ ﺭﻁﻠ ﺍﻭ ﺔﻳﺒ ﺭﺗﻠ ﺍ ﴿. ﺎﻳﻘ ﻼﺧ ﺍﻮ

Menurut Hilgard and Bower (1974: 17), menyatakan bahwa belajar adalah :
Learning refers to the change in a subject’ sebagai behavior to a given situation brought about by his repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of native response tendencies, maturation, or temporary state of the subject. ( e.g. Fatigue, Drugs, etc).

Menurut para ahli pendidikan modern yang dimaksud belajar itu adalah,”Suatu bentuk pertumbuhan, perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan”. ( Oemar Hamalik,tth: 34)
Skinner seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psycology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.
Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psycology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi “Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah “Belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Sementara menurut Hintzman (1978) dalam bukunya The Psicology of Learning and Memory berpendapat bahwa pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Dia beralasan, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan.
Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Learning:The View froms Cognitive Psycology mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai anak.
Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan anak atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan anak telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses belajar. Ukurannya ialah, semakin baik mutu mengajar yang dilakukan guru maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai.
Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) aialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling anak. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi anak.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa, belajar itu pada hakekatnya bukan saja menghasilkan perubahan rohani, tetapi juga perubahan dalam cara-cara bertingkah laku. Hal ini relevan dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Soepartinah, yaitu belajar adalah,”Aktivitas yang dilakukan anak berhubungan dengan adanya dorongan akan kesibukan. Dorongan tersebut membawa anak ke tingkat perkembangan yang dibutuhkan”. (Pakasi;1985: 34)
Dengan demikian dapat dilihat perbedaan penekanan pengertian, akan tetapi ada elemen-elemen yang penting yang mencirikan pengertian belajar tersebut, yaitu :
a. Belajar adalah suatu proses bentuk pertumbuhan/perkembangan, atau kegiatan yang menghendaki adanya perubahan tingkah laku seseorang serta dapat membentuk tingkah laku baru.
b. Belajar merupakan aktivitas rohani dan fisik ke arah perkembangannya.
c. Perubahan dalam belajar dilakukan dengan sengaja atau sadar dan mempunyai tujuan.
Dalam kegiatan sehari-hari proses belajar sering dibedakan orang, yaitu antara pengertian dengan proses pengajaran, belajar sendiri, belajar kelompok dan lain sebagainya. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa sifat rposes belajar itu pada dasarnya adalah merupakan aktivitas yang tidak terlepas dari :
a. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungannya.
b. Belajar berarti berbuat.
c. Belajar adalah mengalami.
d. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan;
e. Belajar memerlukan motivasi;
f. Belajar memerlukan kesiapan pada anak. (Pakasi, 1985: 34)
B. Pembahasan Teoritis
1. Robert Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.
Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas tiga SMP mempelajari nilai luhur Pancasila. Mereka membaca berita di surat kabar tentang bencana Tsunami di Aceh dan banjir dibeberapa propinsi di Jawa. Mereka bersama-sama mengumpulkan bantuan bencana alam dari orang tua siswa SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 1000 potong pakaian, dan uang sebesar Rp. 15.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka serahkan ke PMI yang mengkoordinasi bantuan di kota setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan hasil belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Komponen tersebut dilukiskan dalam bagan berikut:
Kondisi internal belajar
Hasil belajar

Keadaan internal dan proses kognitif siswa


Informasi verbal
Keterampilan intelek
Keterampilan motorik
Sikap
Siasat kognitif


Berinteraksi dengan



Stimulus dari lingkungan

Acara pembelajaran


Kondisi eksternal belajar

Bagan di atas melukiskan hal-hal berikut:
(1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”.
(2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa :
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiridari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaia terhadap obyek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (perfomansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan perfomansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran. (Dimyati, 2002; 12)

Dalam rangka pembelajaran maka guru dapat menyusun acara pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase belajar dengan acara-acara pembelajaran dalam dilukiskan dalam tabel berikut:
Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran

Perian Fase belajar Acara pembelajaran
Persiapan untuk belajar






Pemerolehan dan unjuk perbuatan




Retrival dan alih belajar a. Mengarahkan perhatian
b. Ekspektansi
c. Retrival (informasi dan keterampilan yang relevan untuk memori kerja)
d. Persepsi selektif atas sifat stimulus
e. Sandi semantik
f. Retrival dan respons
g. Penguatan
h. Pengisyaratan
i. Pemberlakuan secara umum Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus
Memberi tahu siswa mengenai tujuan belajar
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya.
Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya.
Memberikan bimbingan belajar
Memunculkan perbuatan siswa
Memberi balikan informasi
Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan retensi dan alih belajar.

2. Taksonomi Bloom
Tujuan belajar pada umumnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif dan spikomotor. Domain kognitifmencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungandengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Demikian menurut Bloom (1956) dan Krathwohl (1964) dalam Taxonomy of Educational objectives.
a. Klasifikasi tujuan kognitif (Bloom, 1956)
Domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai berikut :
(1) Ingatan /Recall, mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari daru yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat dengan benar.
(2) Pemahaman, mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
(3) Penerapan, mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan,prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
(4) Analisis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
(5) Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikiryang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
(6) Evaluasi, mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.
b. Kasifikasi tujuan Afektif (Krathwohl, 1964)
Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut:
(1) Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulus yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
(2) Pemberian respon, satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara aktif, menjadi peserta dan tertarik.
(3) Penilaian, mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
(4) Pengorganisasian, mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
(5) Karakterisasi, mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial dan emosi siswa.


c. Klasifikasi tujuan Psikomotor (Dave, 1970)
Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut :
(1) Peniruan, terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respon serupa dengan yang diamati. Mengurangi kordinasi dan kontrol otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
(2) Manipulasi, menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
(3) Ketetapan, memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
(4) Artikulasi, menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai apa yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.
(5) Pengalamiahan, menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
3. Teori Belajar Behaviorisme ( Charles E. Skinner )
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku artinya proses penyesuaian tingkah laku ke arah yang lebih maju. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
a. kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar.
b. respons si pebelajar, dan
c. konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
4. Teori Belajar Kognitif (Jean Piaget)
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut: (i) sensorik motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0 – 7;0 tahun), (iii) operasional konkret (7;0 – 11;0 tahun), dan (iv) operasi formal (11;0 – ke atas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan snsorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara ‘trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, anak mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, anak mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, anak menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain:
(1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
(2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
(3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya sesuai dengan peringkat perkembangannya.
(4) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.

5. Belajar menurut Rogers
Rogers menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut:
(1) menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
(2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
(3) Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagaibagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.
(5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.
(6) Belajar mengalami (experiential learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
(7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan guru. Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut:
(1) Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur.
(2) Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
(3) Guru menggunakan metode inkuiri, atau belajar menemukan.
(4) Guru menggunakan metode simulasi.
(5) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasidengan kelompok lain.
(6) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
(7) Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas. (Dimyati; 2002; 17)
6. Teori Belajar Gestalt
Menurut para ahli psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani-rohani. Sebagai individu manusia bereaksi-atau lebih tepay berinteraksi dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula. Rekasi manusia terhadap dunia luar tergantung kepada bagaimana ia menerima stimulus dan bagaimana serta apa motif-motif yang ada padanya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kebebasan. Ia bebas memilih cara bagaimana ia bereaksi dan stimulus yang mana diterimanya dan mana yang ditolaknya.
Dengan demikian maka belajar menurut psikologi Gestalt bukan hanya sekedar merupakan proses asosiasi antara stimulus-respon yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan.
(1) Belajar menurut teori ini terjadi jika ada pengertian. Pengertian ini muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain.
(2) Belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Manusia belajar memahami dunia sekitarnya dengan jalan mengatur, menyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan dipahami olehnya.
A. Pengertian Belajar
Adapun beberapa pendapat mengenai belajar, diantaranya ada yang menyatakan bahwa belajar itu mencari ilmu atau menuntut ilmu. Ada lagi yang mengatakan secara khusus yaitu bahwa belajar itu menggali keahlian atau keterampilan. Dalam hal ini para pakar pendidikan berbeda pendapat mengenai pengertian belajar tersebut. Perbedaan ini kalau diamati cenderung dipengaruhi oleh arah dan penekanan dari segi mana seseorang tersebut melihat hakikat belajar itu.
Menurut James Q. Whittakers yang dikutip oleh Wasty Soemanto, belajar dapat di definisikan sebagai proses dimana tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman. (Wasty Soemanto, 1997: 99).
Menurut Sholeh Abdul Aziz dan Abdul Aziz Abdul Majid dalam bukunya At-Tarbiyat Wath Thuruqut Tadris, berpendapat bahwa belajar adalah :
ﻪﺳﻔﻨﺒ ﺐﺭﺠﻴﻠﻮ ﻩﺩﺤﻮ ﻞﻣﻌﻴﻠ ﻪﻤ ﺎﻬﻠﺍﻮ ﺫﻴﻤﻠﺘﻠﺍ ﺚﺣ : ﻮﻫﻢﻠﻌﺘﻟﺍ
ﺎﻳﻧ ﺪﺒ ﺎﺳﻮﺳﺣﻤ ﺍﻮﻤﻨﻭﻤﻧﻴ ﻮ ﻪﻧﻴﻌﻤ ﺪﻨ ﺍﻮﻔ ﻰﻠﻋ ﻞﺼﺤﻴ ﻰﺗﺤ
﴾۱٦٧ : ﺲﻴ ﺭﺩﺘﻠ ﺍ ﻕ ﺭﻁﻠ ﺍﻭ ﺔﻳﺒ ﺭﺗﻠ ﺍ ﴿. ﺎﻳﻘ ﻼﺧ ﺍﻮ

Menurut Hilgard and Bower (1974: 17), menyatakan bahwa belajar adalah :
Learning refers to the change in a subject’ sebagai behavior to a given situation brought about by his repeated experiences in that situation, provided that the behavior change cannot be explained on the basis of native response tendencies, maturation, or temporary state of the subject. ( e.g. Fatigue, Drugs, etc).

Menurut para ahli pendidikan modern yang dimaksud belajar itu adalah,”Suatu bentuk pertumbuhan, perubahan dalam diri seseorang yang dinyatakan dalam cara-cara bertingkah laku yang baru, berkat pengalaman dan latihan”. ( Oemar Hamalik,tth: 34)
Skinner seperti yang dikutip Barlow (1985) dalam bukunya Educational Psycology: The Teaching-Learning Process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu proses adaptasi (penyesuaian tingkah laku) yang berlangsung secara progresif.
Chaplin (1972) dalam Dictionary of Psycology membatasi belajar dengan dua macam rumusan. Rumusan pertama berbunyi “Belajar adalah perolehan perubahan tingkah laku yang relatif menetap sebagai akibat latihan dan pengalaman). Rumusan keduanya adalah “Belajar ialah proses memperoleh respon-respon sebagai akibat adanya latihan khusus.
Sementara menurut Hintzman (1978) dalam bukunya The Psicology of Learning and Memory berpendapat bahwa pengalaman hidup sehari-hari dalam bentuk apapun sangat memungkinkan untuk diartikan sebagai belajar. Dia beralasan, sampai batas tertentu pengalaman hidup juga berpengaruh besar terhadap pembentukan kepribadian organisme yang bersangkutan.
Biggs (1991) dalam pendahuluan Teaching for Learning:The View froms Cognitive Psycology mendefinisikan belajar dalam tiga macam rumusan, yaitu rumusan kuantitatif, rumusan institusional, rumusan kualitatif.
Secara kuantitatif (ditinjau dari sudut jumlah), belajar berarti kegiatan pengisian atau pengembangan kemampuan kognitif dengan fakta sebanyak-banyaknya. Jadi, belajar dalam hal ini dipandang dari sudut berapa banyak materi yang dikuasai anak.
Secara institusional (tinjauan kelembagaan), belajar dipandang sebagai proses validasi (pengabsahan) terhadap penguasaan anak atas materi-materi yang telah ia pelajari. Bukti institusional yang menunjukkan anak telah belajar dapat diketahui dalam hubungannya dengan proses belajar. Ukurannya ialah, semakin baik mutu mengajar yang dilakukan guru maka akan semakin baik pula mutu perolehan siswa yang kemudian dinyatakan dalam bentuk skor atau nilai.
Adapun pengertian belajar secara kualitatif (tinjauan mutu) aialah proses memperoleh arti-arti dan pemahaman-pemahaman serta cara-cara menafsirkan dunia di sekeliling anak. Belajar dalam pengertian ini difokuskan pada tercapainya daya pikir dan tindakan yang berkualitas untuk memecahkan masalah-masalah yang kini dan nanti dihadapi anak.
Bertolak dari berbagai definisi yang telah diutarakan di atas, secara umum belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Dari beberapa pendapat di atas dapat dipahami bahwa, belajar itu pada hakekatnya bukan saja menghasilkan perubahan rohani, tetapi juga perubahan dalam cara-cara bertingkah laku. Hal ini relevan dengan pengertian belajar yang dikemukakan oleh Soepartinah, yaitu belajar adalah,”Aktivitas yang dilakukan anak berhubungan dengan adanya dorongan akan kesibukan. Dorongan tersebut membawa anak ke tingkat perkembangan yang dibutuhkan”. (Pakasi;1985: 34)
Dengan demikian dapat dilihat perbedaan penekanan pengertian, akan tetapi ada elemen-elemen yang penting yang mencirikan pengertian belajar tersebut, yaitu :
a. Belajar adalah suatu proses bentuk pertumbuhan/perkembangan, atau kegiatan yang menghendaki adanya perubahan tingkah laku seseorang serta dapat membentuk tingkah laku baru.
b. Belajar merupakan aktivitas rohani dan fisik ke arah perkembangannya.
c. Perubahan dalam belajar dilakukan dengan sengaja atau sadar dan mempunyai tujuan.
Dalam kegiatan sehari-hari proses belajar sering dibedakan orang, yaitu antara pengertian dengan proses pengajaran, belajar sendiri, belajar kelompok dan lain sebagainya. Akan tetapi yang terpenting adalah bahwa sifat rposes belajar itu pada dasarnya adalah merupakan aktivitas yang tidak terlepas dari :
a. Belajar merupakan suatu interaksi antara anak dan lingkungannya.
b. Belajar berarti berbuat.
c. Belajar adalah mengalami.
d. Belajar adalah suatu aktivitas yang bertujuan;
e. Belajar memerlukan motivasi;
f. Belajar memerlukan kesiapan pada anak. (Pakasi, 1985: 34)
B. Pembahasan Teoritis
1. Robert Gagne
Menurut Gagne belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Hasil belajar berupa kapabilitas. Setelah belajar orang memiliki keterampilan, pengetahuan, sikap, dan nilai. Timbulnya kapabilitas tersebut adalah dari (i) stimulasi yang berasal dari lingkungan, dan (ii) proses kognitif yang dilakukan oleh pebelajar.
Dengan demikian belajar adalah seperangkat proses kognitif yang mengubah sifat stimulasi lingkungan, melewati pengolahan informasi, menjadi kapabilitas baru. Sebagai ilustrasi, siswa kelas tiga SMP mempelajari nilai luhur Pancasila. Mereka membaca berita di surat kabar tentang bencana Tsunami di Aceh dan banjir dibeberapa propinsi di Jawa. Mereka bersama-sama mengumpulkan bantuan bencana alam dari orang tua siswa SMP. Mereka mampu mengumpulkan 4 kuintal beras, 1000 potong pakaian, dan uang sebesar Rp. 15.000.000,00. Hasil bantuan tersebut kemudian mereka serahkan ke PMI yang mengkoordinasi bantuan di kota setempat. Perilaku siswa mengumpulkan sumbangan tersebut merupakan hasil belajar nilai luhur Pancasila. Hal ini merupakan dampak pengiring.
Menurut Gagne belajar terdiri dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar. Komponen tersebut dilukiskan dalam bagan berikut:
Kondisi internal belajar
Hasil belajar

Keadaan internal dan proses kognitif siswa


Informasi verbal
Keterampilan intelek
Keterampilan motorik
Sikap
Siasat kognitif


Berinteraksi dengan



Stimulus dari lingkungan

Acara pembelajaran


Kondisi eksternal belajar

Bagan di atas melukiskan hal-hal berikut:
(1) Belajar merupakan interaksi antara “keadaan internal dan proses kognitif siswa” dengan “stimulus dari lingkungan”.
(2) Proses kognitif tersebut menghasilkan suatu hasil belajar. Hasil belajar tersebut terdiri dari informasi verbal, keterampilan intelek, keterampilan motorik, sikap dan siasat kognitif.
Kelima hasil belajar tersebut merupakan kapabilitas siswa. Kapabilitas siswa tersebut berupa :
(1) Informasi verbal adalah kapabilitas untuk mengungkapkan pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis. Pemilikan informasi verbal memungkinkan individu berperanan dalam kehidupan.
(2) Keterampilan intelektual adalah kecakapan yang berfungsi untuk berhubungan dengan lingkungan hidup serta mempresentasikan konsep dan lambang. Keterampilan intelek ini terdiridari diskriminasi jamak, konsep konkret dan terdefinisi, dan prinsip.
(3) Strategi kognitif adalah kemampuan menyalurkan dan mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik adalah kemampuan melakukan serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak obyek berdasarkan penilaia terhadap obyek tersebut.
Gagne berpendapat bahwa dalam belajar terdiri dari tiga tahap yang meliputi sembilan fase. Tahapan itu sebagai berikut: (i) persiapan untuk belajar (ii) pemerolehan dan unjuk perbuatan (perfomansi), dan (iii) alih belajar. Pada tahap persiapan dilakukan tindakan mengarahkan perhatian, pengharapan dan mendapatkan kembali informasi. Pada tahap pemerolehan dan perfomansi digunakan untuk persepsi selektif, sandi semantik, pembangkitan kembali respons, serta penguatan. Tahap alih belajar meliputi pengisyaratan untuk membangkitkan, dan pemberlakuan secara umum. Adanya tahap dan fase tersebut mempermudah guru untuk melakukan pembelajaran. (Dimyati, 2002; 12)

Dalam rangka pembelajaran maka guru dapat menyusun acara pembelajaran yang cocok dengan tahap dan fase-fase belajar. Pola hubungan antara fase belajar dengan acara-acara pembelajaran dalam dilukiskan dalam tabel berikut:
Hubungan antara Fase Belajar dan Acara Pembelajaran

Perian Fase belajar Acara pembelajaran
Persiapan untuk belajar






Pemerolehan dan unjuk perbuatan




Retrival dan alih belajar a. Mengarahkan perhatian
b. Ekspektansi
c. Retrival (informasi dan keterampilan yang relevan untuk memori kerja)
d. Persepsi selektif atas sifat stimulus
e. Sandi semantik
f. Retrival dan respons
g. Penguatan
h. Pengisyaratan
i. Pemberlakuan secara umum Menarik perhatian siswa dengan kejadian yang tidak seperti biasanya, pertanyaan atau perubahan stimulus
Memberi tahu siswa mengenai tujuan belajar
Merangsang siswa agar mengingat kembali hasil belajar (apa yang telah dipelajari) sebelumnya.
Menyajikan stimulus yang jelas sifatnya.
Memberikan bimbingan belajar
Memunculkan perbuatan siswa
Memberi balikan informasi
Menilai perbuatan siswa
Meningkatkan retensi dan alih belajar.

2. Taksonomi Bloom
Tujuan belajar pada umumnya dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yakni domain kognitif, afektif dan spikomotor. Domain kognitifmencakup tujuan yang berhubungan dengan ingatan (recall, pengetahuan, dan kemampuan intelektual. Domain afektif mencakup tujuan-tujuan yang berhubungandengan perubahan-perubahan sikap, nilai, perasaan, dan minat. Domain psikomotor mencakup tujuan-tujuan yang berhubungan dengan manipulasi dan kemampuan gerak (motor). Demikian menurut Bloom (1956) dan Krathwohl (1964) dalam Taxonomy of Educational objectives.
a. Klasifikasi tujuan kognitif (Bloom, 1956)
Domain kognitif terdiri atas enam bagian sebagai berikut :
(1) Ingatan /Recall, mengacu kepada kemampuan mengenal atau mengingat materi yang sudah dipelajari daru yang sederhana sampai pada teori-teori yang sukar. Yang penting adalah kemampuan mengingat dengan benar.
(2) Pemahaman, mengacu kepada kemampuan memahami makna materi. Aspek ini satu tingkat di atas pengetahuan dan merupakan tingkat berpikir yang rendah.
(3) Penerapan, mengacu kepada kemampuan menggunakan atau menerapkan materi yang sudah dipelajari pada situasi yang baru dan menyangkut penggunaan aturan,prinsip. Penerapan merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada pemahaman.
(4) Analisis, mengacu kepada kemampuan menguraikan materi ke dalam komponen-komponen atau faktor penyebabnya, dan mampu memahami hubungan di antara bagian yang satu dengan yang lainnya sehingga struktur dan aturannya dapat lebih dimengerti. Analisis merupakan tingkat kemampuan berpikir yang lebih tinggi daripada aspek pemahaman maupun penerapan.
(5) Sintesis, mengacu kepada kemampuan memadukan konsep atau komponen-komponen sehingga membentuk suatu pola struktur atau bentuk baru. Aspek ini memerlukan tingkah laku yang kreatif. Sintesis merupakan kemampuan tingkat berpikiryang lebih tinggi daripada kemampuan sebelumnya.
(6) Evaluasi, mengacu kepada kemampuan memberikan pertimbangan terhadap nilai-nilai materi untuk tujuan tertentu. Evaluasi merupakan tingkat kemampuan berpikir yang tinggi.
b. Kasifikasi tujuan Afektif (Krathwohl, 1964)
Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut:
(1) Penerimaan, mengacu kepada kesukarelaan dan kemampuan memperhatikan dan memberikan respon terhadap stimulus yang tepat. Penerimaan merupakan tingkat hasil belajar terendah dalam domain afektif.
(2) Pemberian respon, satu tingkat di atas penerimaan. Dalam hal ini siswa menjadi terlibat secara aktif, menjadi peserta dan tertarik.
(3) Penilaian, mengacu kepada nilai atau pentingnya kita menterikatkan diri pada objek atau kejadian tertentu dengan reaksi-reaksi seperti menerima, menolak, atau tidak menghiraukan. Tujuan-tujuan tersebut dapat diklasifikasikan menjadi sikap dan apresiasi.
(4) Pengorganisasian, mengacu kepada penyatuan nilai. Sikap-sikap yang berbeda yang membuat lebih konsisten dapat menimbulkan konflik-konflik internal dan membentuk suatu sistem nilai internal, mencakup tingkah laku yang tercermin dalam suatu filsafat hidup.
(5) Karakterisasi, mengacu kepada karakter dan gaya hidup seseorang. Nilai-nilai sangat berkembang dengan teratur sehingga tingkah laku menjadi lebih konsisten dan lebih mudah diperkirakan. Tujuan dalam kategori ini bisa ada hubungannya dengan ketentuan pribadi, sosial dan emosi siswa.


c. Klasifikasi tujuan Psikomotor (Dave, 1970)
Terbagi dalam lima kategori sebagai berikut :
(1) Peniruan, terjadi ketika siswa mengamati suatu gerakan. Mulai memberi respon serupa dengan yang diamati. Mengurangi kordinasi dan kontrol otot-otot syaraf. Peniruan ini pada umumnya dalam bentuk global dan tidak sempurna.
(2) Manipulasi, menekankan perkembangan kemampuan mengikuti pengarahan, penampilan, gerakan-gerakan pilihan yang menetapkan suatu penampilan melalui latihan. Pada tingkat ini siswa menampilkan sesuatu menurut petunjuk-petunjuk tidak hanya meniru tingkah laku saja.
(3) Ketetapan, memerlukan kecermatan, proporsi, dan kepastian yang lebih tinggi dalam penampilan. Respons-respons lebih terkoreksi dan kesalahan-kesalahan dibatasi sampai pada tingkat minimum.
(4) Artikulasi, menekankan koordinasi suatu rangkaian gerakan dengan membuat urutan yang tepat dan mencapai apa yang diharapkan atau konsistensi internal di antara gerakan-gerakan yang berbeda.
(5) Pengalamiahan, menuntut tingkah laku yang ditampilkan dengan paling sedikit mengeluarkan energi fisik maupun psikis. Gerakannya dilakukan secara rutin. Pengalamiahan merupakan tingkat kemampuan tertinggi dalam domain psikomotorik.
3. Teori Belajar Behaviorisme ( Charles E. Skinner )
Skinner berpandangan bahwa belajar adalah suatu perilaku artinya proses penyesuaian tingkah laku ke arah yang lebih maju. Pada saat orang belajar, maka responnya menjadi lebih baik. Sebaliknya, bila ia tidak belajar maka responnya menurun. Dalam belajar ditemukan adanya hal berikut:
a. kesempatan terjadinya peristiwa yang menimbulkan respons pebelajar.
b. respons si pebelajar, dan
c. konsekuensi yang bersifat menguatkan respons tersebut. Pemerkuat terjadi pada stimulus yang menguatkan konsekuensi tersebut. Sebagai ilustrasi, perilaku respons si pebelajar yang baik diberi hadiah. Sebaliknya, perilaku respons yang tidak baik diberi teguran dan hukuman.
4. Teori Belajar Kognitif (Jean Piaget)
Piaget berpendapat bahwa pengetahuan dibentuk oleh individu. Sebab individu melakukan interaksi terus menerus dengan lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Perkembangan intelektual melalui tahap-tahap berikut: (i) sensorik motor (0;0-2;0 tahun), (ii) pra-operasional (2;0 – 7;0 tahun), (iii) operasional konkret (7;0 – 11;0 tahun), dan (iv) operasi formal (11;0 – ke atas).
Pada tahap sensori motor anak mengenal lingkungan dengan kemampuan snsorik dan motorik. Anak mengenal lingkungan dengan penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan menggerak-gerakkannya. Pada tahap pra-operasional, anak mengandalkan diri pada persepsi tentang realitas. Ia telah mampu menggunakan simbol, bahasa, konsep sederhana, berpartisipasi, membuat gambar, dan menggolong-golongkan. Pada tahap operasi konkret anak dapat mengembangkan pikiran logis. Ia dapat mengikuti penalaran logis, walau kadang-kadang memecahkan masalah secara ‘trial and error”. Pada tahap operasi formal anak dapat berpikir abstrak seperti pada orang dewasa.
Pengetahuan dibangun dalam pikiran. Setiap individu membangun sendiri pengetahuannya. Pengetahuan yang dibangun terdiri dari tiga bentuk, yaitu pengetahuan fisik, pengetahuan logika-matematik, dan pengetahuan sosial.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase. Fase-fase itu adalah fase eksplorasi, pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase eksplorasi, anak mempelajari gejala dengan bimbingan. Dalam fase pengenalan konsep, anak mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi konsep, anak menggunakan konsep untuk meneliti gejala lain lebih lanjut.
Implikasi teori perkembangan kognitif Piaget dalam pengajaran, antara lain:
(1) Bahasa dan cara berpikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh karena itu dalam mengajar, guru hendaknya menggunakan bahasa yang sesuai dengan cara berpikir anak.
(2) Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi lingkungan dengan baik. Guru harus membantu agar anak dapat berinteraksi dengan lingkungan dengan sebaik-baiknya.
(3) Bahan yang harus dipelajari anak hendaknya sesuai dengan peringkat perkembangannya.
(4) Di dalam kelas, anak-anak hendaknya banyak diberi peluang untuk saling berbicara dengan teman-temannya dan saling berdiskusi.
Secara singkat, Piaget menyarankan agar dalam pembelajaran guru memilih masalah yang berciri prediksi, eksperimentasi, dan eksplanasi.

5. Belajar menurut Rogers
Rogers menyayangkan praktek pendidikan di sekolah tahun 1960-an. Menurut pendapatnya, praktek pendidikan menitik beratkan pada segi pengajaran, bukan pada siswa yang belajar. Praktek tersebut ditandai oleh peran guru yang dominan dan siswa hanya menghafalkan pelajaran.
Rogers mengemukakan pentingnya guru memperhatikan prinsip pendidikan. Prinsip pendidikan dan pembelajaran tersebut sebagai berikut:
(1) menjadi manusia berarti memiliki kekuatan wajar untuk belajar. Siswa tidak harus belajar tentang hal-hal yang tidak ada artinya.
(2) Siswa akan mempelajari hal-hal yang bermakna bagi dirinya.
(3) Pengorganisasian bahan pelajaran berarti mengorganisasikan bahan dan ide baru, sebagaibagian yang bermakna bagi siswa.
(4) Belajar yang bermakna dalam masyarakat modern berarti belajar tentang proses-proses belajar, keterbukaan belajar mengalami sesuatu, bekerja sama dengan melakukan pengubahan diri terus-menerus.
(5) Belajar yang optimal akan terjadi, bila siswa berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam proses belajar.
(6) Belajar mengalami (experiential learning) dapat terjadi, bila siswa mengevaluasi dirinya sendiri. Belajar mengalami dapat memberi peluang untuk belajar kreatif, self evaluation dan kritik diri. Hal ini berarti bahwa evaluasi dari instruktur bersifat sekunder.
(7) Belajar mengalami menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh.
Rogers mengemukakan saran tentang langkah-langkah pembelajaran yang perlu dilakukan guru. Saran pembelajaran itu meliputi hal berikut:
(1) Guru memberi kepercayaan kepada kelas agar kelas memilih belajar secara terstruktur.
(2) Guru dan siswa membuat kontrak belajar.
(3) Guru menggunakan metode inkuiri, atau belajar menemukan.
(4) Guru menggunakan metode simulasi.
(5) Guru mengadakan latihan kepekaan agar siswa mampu menghayati perasaan dan berpartisipasidengan kelompok lain.
(6) Guru bertindak sebagai fasilitator belajar.
(7) Sebaiknya guru menggunakan pengajaran berprogram, agar tercipta peluang bagi siswa untuk timbulnya kreativitas. (Dimyati; 2002; 17)
6. Teori Belajar Gestalt
Menurut para ahli psikologi Gestalt, manusia itu bukanlah hanya sekedar makhluk reaksi yang hanya berbuat atau beraksi jika ada perangsang yang mempengaruhinya. Manusia itu adalah individu yang merupakan kebulatan jasmani-rohani. Sebagai individu manusia bereaksi-atau lebih tepay berinteraksi dengan dunia luar dengan kepribadiannya dan dengan caranya yang unik pula. Rekasi manusia terhadap dunia luar tergantung kepada bagaimana ia menerima stimulus dan bagaimana serta apa motif-motif yang ada padanya. Manusia adalah makhluk yang mempunyai kebebasan. Ia bebas memilih cara bagaimana ia bereaksi dan stimulus yang mana diterimanya dan mana yang ditolaknya.
Dengan demikian maka belajar menurut psikologi Gestalt bukan hanya sekedar merupakan proses asosiasi antara stimulus-respon yang makin lama makin kuat karena adanya latihan-latihan atau ulangan-ulangan.
(1) Belajar menurut teori ini terjadi jika ada pengertian. Pengertian ini muncul apabila seseorang setelah beberapa saat mencoba memahami suatu masalah, tiba-tiba muncul adanya kejelasan, terlihat olehnya hubungan antara unsur-unsur yang satu dengan yang lain.
(2) Belajar adalah suatu proses rentetan penemuan dengan bantuan pengalaman-pengalaman yang sudah ada. Manusia belajar memahami dunia sekitarnya dengan jalan mengatur, menyusun kembali pengalaman-pengalamannya yang banyak dan berserakan menjadi suatu struktur dan kebudayaan yang berarti dan dipahami olehnya.

Rabu, 30 Desember 2009

METODE PENGAJARAN BAHASA
Oleh : Arbainsyah



I. PENDAHULUAN
Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa.Interaksi yang bernilai edukatip dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.
Dalam proses belajar mengajar guru selalu dituntut agar bahan pelajaran yang disampaiannya dapat dikuasai oleh anak didik secara tuntas. Masalah yang dihadapi guru adalah dikarenakan siswa yang mereka hadapi bukan hanya sebagai individu-individu yang unik tetapi mereka juga merupakan makhluk sosial yang memilki latar belakang yang berbeda. Paling sedikit ada tiga aspek yang membedakan siswa yang satu dengan lainnya, yaitu aspek intelektual,sikologis dan biologis.
Ketiga aspek tersebut dianggap sebagai akar permasalahan yang memunculkan beragamnya sikap dan tingkah laku peserta didik di sekolah. Hal itu pula yang menjadi tugas yang cukup berat bagi guru agar dapat mengelola kelas dengan baik. Pengelolaan kelas yang baik akan melahirkan interaksi belajar mengajar yang baik pula. Tujuan pembelajaranpun dapat dicapai tanpa menemukan kendala yang berarti. Untuk itu guru perlu menggunakan metode yang sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai.

II. METODE PEMBELAJARAN
Metode mempunyai andil yang cukup besar dalam kegiatan belajar mengajar. Kemampuan yang diharapkan dapat dimiliki siswa, akan ditentukan oleh kerelevansian penggunaan suatu metode yang sesuai dengan tujuan. Metode yang dapat digunakan dalam kegiatan belajar mengajar bermacam-macam. Penggunaannya disesuaikan dengan rumusan tujuan pembelajaran.

A. METODE TATABAHASA / TERJEMAHAN
1. Ciri-Ciri
Metode terjemahan atau metode tradisioanal adalah metode tatabahasa yang memiliki ciri-ciri :
• Pengahafalan kaidah-kaidah dan fakta-fakta tentang tata bahasa agar dapat dipahami dan diterapkan pada morfologi dan kalimat yang digunakan siswa
• Pengenalannya pada membaca, mengarang dan menterjemahkan
• Seleksi kosa kata berdasarkan teks bacaan yang dipakai
• Unit mendasar adalah kalimat, tatabahasa diajarkan secara deduktif
• Bahasa daerah dipergunakan sebagai pengantar dalam terjemahan, keterangan, perbandingan dan penghafalan kaidah bahasa.

2. Aplikasi dalam PBM
• Pembelajaran dimulai dengan pendefinisian jenis kata, imbuhan atau kaidah-kaidah lainnya, dsb. yang semuanya harus dihafal
• Siswa dilatih dalam kalimat-kalimat yang dilanjutkan dengan paragraph
• Siswa diberikan daftar kosa kata yang terlepas dari konteks yang harus dihafalkan
• Siswa diberikan PR terjemahan untuk dibicarakan pada pertemuan berikutnya.


B. METODE MEMBACA
Metode membaca adalah metode belajar bahasa yang bertujuan agar siswa mempunyai kemampuan memahami teks bacaan yang diperlukan dalam belajar. Adapun langkah-langkah dalam pengajaran metode membaca adalah :
• Siswa diberikan daftar kosa kata dan istilah yang dianggap sukar dalam bentuk definisi yang dicontohkan dalam kalimat
• Penyajian bacaan di kelas yang dibaca dalam hati selama 10-15 menit. Perlu diketahui bacaan dapat diberikan sehari sebelumnya.
• Bacaan dapat didiskusikan dalam bentuk tanya jawab
• Pembicaraan tatabahasa dilakukan dengan singkat jika dianggap perlu
• Kosakata yang dibicarakan hanya yang relevan
• Tugas yang diberikan harus yang relevan dengan isi bacaan

C. METODE AUDIOLINGUAL
Metode audiolingual muncul dengan latar belakang perlunya penguasaan bahasa dengan cepat. Bahasa yang diajarkan ditekankan pada lafal kata dan penguasaan pola-pola kalimat melalui pengulangan.

Adapun langkah-langkahnya adalah sbb. :
- penyajian dialog atau teks pendek
- peniruan dan penghafalan teks
- penyajian kalimat dilatihkan (drill)
- dramatisasi dialog atau teks yang dilatihkan
- pembentukan kalimat lain (aplikasi) sesuai dengan pola yang pernah dipelajari

D. METODE RESEPTIF DAN PRODUKTIF
Metode reseptif adalah sebuah metode yang mengarahkan ke proses penyerapan isi bacaan baik yang tersurat, tersirat, maupun yang tersorot. Metode ini sangat cocok diterapkan kepada siswa yang dianggap telah banyak menguasai kosa kata, frase maupun kalimat.
o metode guru diam
o metode kelompok
o metode kognitif
o metode sugestopedia

E. METODE LANGSUNG
Metode langsung adalah metode yang berasumsi bahwa belajar bahasa yang baik adalah belajar yang langsung menggunakan bahasa dan secara intensif dalam komunikasi.
Tujuan metode ini adalah penggunaan bahasa secara lisan agar siswa dapat berkomunikasi secara alamiah seperti penggunaan bahasa Indonsia di masyarakat. Siswa diberi latihan-latihan utk mengasosiasikan kalimat dengan artinya melalui demosntrasi, peragaan, gerakan serta mimic secaralangsung.

Langkah-langkah :
- pembelajaran dimulai dengan dialog atau humor pendek dalam bahasa Indonesia dengan gaya bahasa santai dan nonformal
- materi mula-mula disajikan secara lisan dengan gerakan atau isyarat tertentu, dramatisasi, dan gambar-gambar
- tanya jawab berdasarkan bahasa yang dipelajari dengan memberikan contoh yang merangsang siswa
- tata bahasa diajarkan secara induktif
- kata-kata digunakan dslam percakapa-percakapan
- siswa yang sudah maju diberi bacaan sastra untuk pemaaman dan kenikmatan
- budaya uang relevan diajarkan secara induktif



F. METODE KOMUNIKATIF
Metode komunikatif adalah yang mana setiap desain pembelajaran yang dibuat harus mencakup semua keterampilan berbahasa, di mana setiap tujuan pembelajaran dispesifikasikan ke dalam tujuan konkret yang merupkan produk akhir.
Sebuah produk di sisni dimasudkan sebagai sebuah informasi yang dapat dipahami, ditulis, diutarakan atau disajikan ke dalam nonlinguistis. Sebagai contoh adalah surat. Sepucuk surat adalah sebuah produk.
Adapun contoh bagaimana penspesifikasian tujuan pembelajaran secara konkret adalah, sbb. :
TPU : menyampaikan pesan kepada orang lain
TPK :
- memahami pesan
- mengajukan pertanyaan
- mengajukan pertanyaan
- membuat catatan
- menyusun catatan
- menyampaikan pesan
Macam-macam desain pembelajaran komunikatif :
- struktural fungsional
- struktur dan fungsi
- fungsional
- nasional penuh
- komunikatif penuh


G. METODE INTEGRATIF
Integratif artinya menyatukan beberapa aspek ke dalam satu proses. Integratif terbagi menjadi interbidang studi dan antar bidang studi.

Interbidang studi artinya beberapa aspek dalam satu bidang studi diintegrasikan. Misalnya menyimak diintegrasikan dengan berbicara dan menulis. Menulis diintegrasikan dengan berbicara dan membaca. Sedanglan antar bidang studi merupakan pengintegrasian bahan dari beberapa bidang studi. Misalnya antara bahasa Indonesia dengan matematika atau dengan bidang studi lain.


H. METODE TEMATIK
Metode tematik adalah metode yang menjadikan semua komponen materi pelajaran diintegrasikan ke dalam tema yang sama dalam satu unit pertemuan. Tema itu sendiri merupakan alat untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Sebagai contoh, ketika kita ingin mengajarkan bahasa dengan tema parawisata, maka komponen materi yang diajarkan dapat dintegrasikan, seperti pengajaran kosakata tentang parawisata, pengajaran kalimat tentang pariwisata, pengajaran menulis tentang pariwisata, dll.


I. METODE KUANTUM
Merupakan metode pendekatan belajar yang bertumpu dari metode Fraire dan Lozanov. Metode ini merupakan metode metode yang mengutamakan percepatan belajar dengan cara parsipatori peserta didik dalam melihat potensi diri dalam kondisi penguasaan diri.

Dalam metode kuantum siswa dianggap sebagai pusat keberhasilan belajar. Saran-saran yang dikeukakan dalam membangun hubungan dengan siswa adalah :
1) perlakukan siswa sebagai manusia sederajat
2) ketahuilah apa yang disukai siswa, cara pikir mereka, dan perasaan mereka
3) ketahuilah apa yag mereka katakana kepada diri sendiri dan mengenai diri sendiri
4) ketahuilah apa yang menghambat mereka untuk memperoleh hal yang benar-benar mereka inginkan.
5) Berbicaralah dengan jurjur kepada mereka dengan cara yang mebuat mereka mendengarnya denag jelas dan halus
6) Bersenang-senanglah bersama mereka


J. METODE KONSTRUKTIF
Konstruktivistik adalah metode belajar yang menggangap bahwa belajar itu merupakan penemuan. Konstruktivistik dimulai dari masalah dan selanjutnya siswa diminta untuk mencari langkah-langkah pemecahannya dengan bantuan guru.


K. METODE PARTISIPATORI
Adalah metode pembelajaran yang menekankan keterlibatan siwa secara penuh. Siswa dianggap sebagai penentu keberhasilan belajar. Siswa didudukan sebagai subjek belajar, dan guru hanya sebagai fasilitator.

L. METODE KONTEKSTUAL
Adalah metode pembelajaran yang menghubungkan antara mata pelajaran dengan situasi nyata. Dalam strategi ini ada tujuh elemen yang perlu diketahui, yaitu:

1. Penemuan
Siklus penemuan :
a. observasi
b. bertanya
c. mengajukan dugaan
d. pengumpulan data
e. penyimpulan data

2. Pertanyaan
Suatu pengetahuan atau keterampilan berawal dari adanya pertanyaan. Misalnya apa itu komputer, bagaimana cara mengoperasikanya, dll

3. Konstruktivistik
Adalah pembelajaran yang menekankan keterlibatan siwa secara penuh.

4. Pemodelan
Adalah pemberian model pada siswa agar siswa dapat belajar dari model tersebut.

5. Masyarakat Belajar
Adalah model pembelajaran yang menekankan kerjasama dengan orang lain, baik antar siswa maupun dengan orang lain.

6. Penilaian autentik
Adalah penilaian yang didasarkan atas situasi nyata.

7. Refleksi
Adalah kegiatan merenungkan kembali, mengingat kembali, mengkonstruksi ulang atau membuat inti pengalaman. Dengan begitu kalau refleksi diterapkan kepada siswa di kelas, siswa berarti telah mengalami pengendapan pengetahuan atau keterampilan yang telah dilakukannya.


III. PENUTUP
Dalam penggunaan metode guru harus menyesuaikan dengan kondisi dan suasana kelas. Jumlah siswa juga akan mempengaruhi penggunaan metode. Tujuan instruksional adalah pedoman yang mutlak dalam pemilihan metode. Dalam perumusan tujuan, guru perlu merumuskan dengan jelas dan dapat diukur. Dengan demikian mudahlah bagi guru untuk menentuakan metode yang dipilih agar tepat dan
dapat dijadikan sebagai alat motivasi ekstrinsik dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah.




( K.KPS.130606.22.17.WIB)

Selasa, 29 Desember 2009

PROFILE SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
KUALA KAPUAS


Latar Belakang

Pada awalnya STAI Kuala Kapuas adalah Fakultas Tarbiyah dengan program Sarjana Muda yang didirikan pada tahun 1985 di bawah naungan Yayasan Pondok Pesantren Karya Pembangunan.
Berdasarkan petunjuk Rektor IAIN Antasari Banjarmasin, nama Fakultas Tarbiyah hanya dipergunakan pada lembaga Institut atau Universita, maka berubahlah Fakultas Tarbiyah Kuala Kapuas menjadi STIT (Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah) Kuala Kapuas. Berdasarkan rekomendasi Rektor IAIN Antasari Banjarmasin tanggal 28 Agustus 1986 Nomor:835/PP.009/E/88, maka Kopertais Wilayah IV Surabaya memberikan ijin operasional dengan surat keputusan Ketua Kopertais Wilayah IV Surabaya tanggal 4 Maret 1987 Nomor: 99/K/F-9/PI/1987 yang berlaku sejak tanggal 1987.
Konsekuensi perubahan, juga berpengaruh pada perubahan pengelola, sehingga dibentuklah yayasan tersendiri yang khusus mengelola pendidikan tinggi dengan terbitnya akta notaris Lily Dharma SH, di Banjarmasin dengan akta tertanggal 10 Oktober 1988 dan serah terima antara Yayasan Pondok Pesantren Karya Pembangunan (YPPKP) di lakukan pada tanggal 5 Nopember 1988, dengan nama Yayasan Perguruan Tinggi Islam Al Mukarram.
Setelah mengalami proses yang panjang, STIT Kuala Kapuas diakui keberadaannya dengan diterbitkannya Surat Keputusan Menteri Agama RI Nomor 83 tahun 1990 dengan Status TERDAFTAR untuk program Strata Satu (S1) Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI)
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1999, STIT Kuala Kapuas di kembangkan dan diperluas menjadi Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) dengan penambahan sebuah jurusan Syariah program strata satu dengan program Studi Ahwal Assyaksiah dan Diploma II Jurusan PAI dengan terbitnya surat Ketua Kopertais Wilayah XI Kalimantan Nomor; 14 tahun 2001 dan SK C/II/14/2001 tanggal 9 Maret 2001 tentang Status terdaftar Diploma II.
Pada tahun 2000 Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) terakriditasi oleh Badan Akkreditasi Nasional Depdiknas RI, dengan kualifikasi C. Kemudian pada tahun 2004, Jurusan Tarbiyah program studi Pendidikan Agama Islam (PAI) terakreditasi kembali dengan kualifikasi B.
Untuk saat ini jurusan yang dikembangkan adalah jurusan tarbiyah dengan program studi Pendidikan Agama Islam

MAHASISWA DAN ALUMNI
Saat ini mahasiswa yang terdaftar pada STAI Kuala Kapuas sebanyak 1357 orang.
Sejak berdiri sampai sekarang, STAI Kuala Kapuas telah menghasilkan lulusan sebanyak 1637 orang. Diploma Dua (DII) menghasilkan alumni 792 orang, Strata Satu (S1) Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI) menghasilkan alumni 845 orang,
Para lulusan STAI Kuala Kapuas tersebar pada berbagai posisi dalam masyarakat, baik sebagai pegawai pemerintah maupun swasta. Posisi yang ditempati para alumni STAI Kuala Kapuas umumnya adalah guru pada sekolah agama, guru sekolah umum, pegawai kantor pada Departemen Agama, BKKBN, hakim agama, penyuluh, bintal, TNI, Polri, KUA, politisi, wartawan, aktivits LSM, pekerja sosial, dosen pada perguruan tinggi, dan sebagainya.
Posisi yang ditempati para alumni STAI Kuala Kapuas tersebut telah mengalami perubahan, baik secara drastis maupun bertahap. Pada masa lalu lapangan kerja bagi para sarjana cukup luas, sehingga para alumni STAI Kuala Kapuas boleh dikatakan relatif mudah mendapatkan lapangan kerja. Sekarang lapangan kerja semakin sempit, sedangkan sarjana terus bertambah, sehingga kondisi ini menimbulkan akibat kompetisi antar lulusan perguruan tinggi semakin ketat dalam mendapatkan pekerjaan.
Untuk mengatasi ini diperlukan peningkatan kualitas lulusan. Di antara usaha yang dilakukan adalah mengirim para dosen untuk melanjutkan pendidikan ke strata dua (S2) dan strata tiga (S3) dimulai awal tahun 2006-an dan sampai sekarang terus berlangsung. Selain itu melakukan kerjasama dengan pemerintah daerah dan penandatanganan MOU dengan pemerintah daerah Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Pulang Pisau, pengembangan desa binaan, pencetakan kader-kader Da’i sebagai juru dakwah serta kerjasama dengan lembaga-lembaga keagamaan maupun lembaga sosial lainnya.

VISI DAN MISI

Visi merupakan cita-cita atau keinginan yang hendak diwujudkan pada waktu tertentu. Visi STAI Kuala Kapuas adalah: Menjadi Pusat Pengembangan Ilmu-Ilmu Keislaman dan pengembangan pendidikan Islam.
Misi STAI Kuala Kapuas adalah:
1. Menghantarkan mahasiswa memiliki kemampuan, penguasaan ilmu pendidikan Islam dan kematangan profesional, integritas diri serta keluhuran akhlak.
2. Mengembangkan suasana akademik yang berkualitas di bidang keislaman melalui pengkajian, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dengan landasan nilai-nilai Islam.
3. Meberikan ketauladanan dalam kehidupan, atas dasar nilai-nilai Islam dan Budaya Islam.
Tujuan STAI Kuala Kapuas adalah:
1. Menyiapkan mahasiswa agar menjadi anggota masyarakat yang memiliki akhlakul karimah, menjadi sosok teladan dalam pengamalan agama, kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan, dan/atau menciptakan ilmu-ilmu keislaman dan seni yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman; dan
2. Menyebarluaskan ilmu-ilmu keislaman dan seni yang dijiwai oleh nilai-nilai keislaman, serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

PROSPEK KE DEPAN

Berdasarkan visi dan misinya, STAI Kuala Kapuas memiliki visi ke depan yang mengemban amanah umat dalam rangka penyediaan SDM yang memiliki sendi keislaman, berakhlak serta integritas diniyah, handal dibidangnya serta menjadi sosok teladan dalam pengamalam agama, terusmengembangkan seluruh potensi yang ada berdasarkan pada kebutuhan masyarakat, sehingga menjadi perguruan tinggi Islam terkemuka baik secara lembaga, proses, maupun outputnya.

Pengembangan ke depan, dilakukan tahap demi tahap, dengan Rencana Induk Pengembangan Jangka Menengah sampai tahun 2020, dengan tahapan:
1. Proses akreditasi kelembagaan dan prodi setiap periode.
2. Pengembangan sarana fisik kampus.
3. Pembinaan wawasan tenaga pengajar hingga jenjang S3.
4. Memiliki Program Magister Kependidikan.
5. Pengembangan program studi-program studi baru yang sesuai dengan minat dan kebutuhan masyarakat.



ORGANISASI
Organisasi STAI Kuala Kapuas di bawah pembinaan Kopertais Wilayah XI Kalimantan.
Susunan Organisasi STAI Kuala Kapuas terdiri atas Yayasan , Ketua dan Pembantu Ketua, Senat, Jurusan, Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan, Bagian Administrasi Umum, Unit Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat, Kelompok Dosen, dan Unit Penunjang (Lembaga Pengkajian dan Penelitian Pendidikan Agama Islam).

Unsur Pimpinan STAI Kuala Kapuas terdiri atas seorang Ketua dan 3 orang Pembantu Ketua. Pembantu Ketua terdiri dari Pembantu Ketua I Bidang Akademik, Pembantu Ketua II Bidang Administrasi Umum, dan Pembantu Ketua III Bidang Kemahasiswaan.
Senat merupakan badan normatif dan perwakilan tertinggi STAI Kuala Kapuas yang mempunyai tugas merumuskan kebijakan akademik dan pengembangan STAI Kuala Kapuas, merumuskan kebijakan penilaian prestasi akademik dan kecakapan serta kepribadian sivitas akademika, merumuskan norma dan tolok ukur penyelenggaraan STAI Kuala Kapuas, memberikan pertimbangan dan persetujuan atas Rencana Pendapatan dan Belanja yang diajukan oleh pimpinan STAI kuala Kapuas, menilai pertanggungjawaban pimpinan STAI atas pelaksanaan kebijaksanaan yang telah ditetapkan, merumuskan peraturan pelaksanaan mimbar akademik dan otonomi keilmuan di STAI Kuala Kapuas, dan menegakkan norma-norma yang berlaku bagi sivitas akademika.
Jurusan di STAI Kuala kapuas ada 1 yaitu Jurusan Tarbiyah memiliki 1 (satu) Program Studi (Prodi) Pendidikan Agama Islam. Jurusan merupakan unsur pelaksana akdemik. Jurusan terdiri atas Ketua Jurusan, Sekretaris Jurusan, Ketua Program Studi, dan Kepala Unit Laboratorium di bawah Jurusan.
Unsur pelaksana administrasi STAI Kuala Kapuas terdiri atas Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan serta Bagian Administrasi Umum. Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan mempunyai tugas memberikan pelayanan teknis dan administrasi di bidang akademik dan kemahasiswaan. Bagian Administrasi Umum mempunyai tugas melaksanakan pelayanan administrasi di bidang persuratan dan kepegawaian, keuangan, serta perlengkapan dan rumah tangga.
Bagian Administrasi Akademik dan Kemahasiswaan terdiri dari Subbagian Perencanaan dan Kerja Sama, Subbagian Akademik dan Pengajaran, serta Subbagian Kemahasiswaan dan Alumni.
Bagian Administrasi Umum terdiri dari Subbagian Persuratan dan Kepegawaian, Subbagian Keuangan, serta Subbagian Perlengkapan.
Unit Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPM).
PUSLIT merupakan unsur pelaksana di bidang penelitian dan pengabdian kepada masyarakat dan mempunyai fungsi melakukan penelitian di Pendidikan Agama Islam, menyebarkan hasil penelitian, mengenalkan ilmu dan teknologi dalam bidang pendidikan dan pengajaran kepada masyarakat dan meningkatkan keterkaitan program STAI Kuala Kapuas dengan kebutuhan masyarakat.

Bidang Perencanaan dan Informasi, mempunyai fungsi perencanaan dalam upaya pengembangan strategis STAI Kuala Kapuas, dan membina kerjasama yang baik antar lembaga, baik dengan pemerintah daerah maupun lembaga-lambaga lainnya

STRUKTUR ORGANISASI STAI KUALA KAPUAS




Sasaran Mutu STAI Kuala Kapuas, adalah sebagai berikut:
1. Perbandingan jumlah pendaftar dengan mahasiswa yang diterima 2:1,
2. Rata-rata waktu tunggu lulusan memperoleh pekerjaan pertama 6 bulan.
3. Tepat waktu studi minimal 90%
4. Nilai TOEFL sivitas akademika >400 dengan jumlah minimal 75%
5. IPK rata-rata mahasiswa > 2,50
6. Kehadiran Dosen > 90% minimal 80 %
7. Kehadiran mahasiswa > 80 minimal 90 %
8. Nilai Kinerja Dosen > 2,75 (skala 0-4) minimal 60 %;
9. Nilai Kinerja Karyawan Administrasi Umum dan Administrasi Akademik > 2,75 (skala 0-4) minimal 60 %;
10. Seluruh sivitas akademika dan karyawan STAI Kuala Kapuas mampu mengoperasikan komputer dan internet
11. Dosen menghasilkan karya ilmiah yang dipublikasikan rata-rata 1 publikasi per 2 tahun per dosen
12. Dosen melaksanakan/menghasilkan karya pengabdian kepada masyarakat rata-rata 1 karya per 3 tahun per dosen





STAI KUALA KAPUAS DALAM FOTO